Wednesday, August 5, 2009

teater

Teater (bahasa Inggris: theater atau theatre, bahasa Perancis théâtre berasal dari kata theatron (θέατρον) dari bahasa Yunani, yang berarti "tempat untuk menonton") adalah cabang dari seni pertunjukan yang berkaitan dengan akting/seni peran di depan penonton dengan menggunakan gabungan dari ucapan, gestur (gerak tubuh), mimik, boneka, musik, tari dan lain-lain. Bernard Beckerman, kepala departemen drama di Univesitas Hofstra, New York, dalam bukunya, Dynamics of Drama, mendefinisikan teater sebagai " yang terjadi ketika seorang manusia atau lebih, terisolasi dalam suatu waktu/atau ruang, menghadirkan diri mereka pada orang lain." Teater bisa juga berbentuk: opera, ballet, mime, kabuki, pertunjukan boneka, tari India klasik, Kunqu, mummers play, improvisasi performance serta pantomim.
wikipedia

gagasan tentang teater di indonesia

Perihal Identitas

Lahir dan tumbuh di sebuah negeri dengan pluralitas yang nyata dan tajam seperti Indonesia, membuat kami melihat bahwa setiap rumusan identitas selalu berada dalam sebuah ketegangan (tensions) yang keras dan niscaya. Sesungguhnyalah bukan perkara mudah untuk menyebut identitas keindonesiaan, dalam banyak manifestasinya, sebagai sesuatu yang tunggal dan utuh. Faktanya: ada lebih dari 300 ragam bahasa, 300 lebih suku-bangsa yang tinggal tersebar di serakan 13.000 pulau di sekitar garis katulistiwa. Ketegangan identifikasi itu tentu saja juga berlangsung di dalam teater kontemporer (di) Indonesia; apa, bagaimana dan siapa-kah yang dapat dengan pasti dan tegas bisa disebut sebagai 'Teater Indonesia'?

Di sisi lain, teater, dalam konteks sejarah seni pertunjukan modern, dianggap sebagai sebuah formulasi gagasan dan ekspresi artistik yang kelahiran dan pertumbuhan awalnya tidak berada di dalam garis sejarah kebudayaan Indonesia. Sebagaimana produk modernitas lain, disiplin teater kontemporer adalah sesuatu yang 'datang-kemudian' dalam evolusi kebudayaan Indonesia. Tetapi berbeda halnya dengan produk-produk modernitas seperti 'bangsa', 'negara', 'industri' dan 'developmentalisme', teater kontemporer di Indonesia mengalami nasib yang lebih tidak menguntungkan. Sampai saat ini, teater kontemporer di Indonesia belum menjadi bagian dari kesadaran kultural (cultural-consciousness) masyarakat Indonesia secara luas. Pelaku teater kontemporer di Indonesia masih harus berupaya keras untuk menciptakan tradisi dan eksistensi kulturalnya sendiri. Kegamangan posisi kultural semacam itu bisa dilihat dengan tegas pada perdebatan yang tak kunjung usai perihal asal-usul teater kontemporer di Indonesia, serta relasi dan orientasi kultural macam apa yang selayaknya dimiliki oleh para pelakunya; kembali ke 'Timur' yang "milik" kita, atau merujuk ke 'Barat' yang "asing"?

Sementara itu, meyakini bahwa perkara identitas sesungguhnya bukanlah sesuatu yang tetap dan pasti tetapi seringkali lebih ditentukan oleh konstruksi wacana dan 'politik-identitas' yang menyembunyikan kepentingan dalam relasi kuasa tertentu, Teater Garasi berusaha untuk mendudukkan diri pada posisi tafsir yang lebih positif dan (yang kami yakin lebih) produktif. Teater Garasi lebih berpegangan pada 'ketegangan identifikasi' —proses yang tengah dan terus berlangsung (in progress/on going)—, ketimbang menyikukuhi 'essensialisme identitas' yang berambisi untuk menjadi mutlak, tetap dan pasti.

Abstraksi lain dari penyikapan itu adalah, Teater Garasi mencoba untuk melepaskan diri dari dikotomi wacana 'Barat' dan 'Timur', baik dalam konteks formulasi identitas maupun sebagai basis penciptaan dan orientasi kreatif teater kontemporer di Indonesia. Karena bagi kami, generasi yang lahir di atas tahun 70-an, baik (merujuk pada) 'Barat' ataupun (kembali ke) 'Timur', keduanya memiliki jarak, keasingan dan sekaligus juga familiaritas yang sama. 'Modern', 'Modernisasi', 'Modernitas', atau apapun sebutan bagi "sesuatu" yang melayarkan dan sekaligus juga yang dilabuhkan kapal-kapal kolonialisme itu, senyatanya, suka atau tidak, meski dalam bentuk yang terpenggal-penggal dan dengan cara yang kadang terasa ganjil, telah ikut menyusun gambar wajah sejarah dan kebudayaan bangsa di kepulauan yang disebut sebagai Indonesia. Dalam situasi semacam ini, perdebatan yang muncul perihal orisinalitas identitas budaya menjadi sesuatu yang melingkar-lingkar dan seringkali menjadi tidak produktif.

Perihal Tradisi

Dengan posisi tafsir seperti yang terurai di atas, Teater Garasi kemudian lebih memusatkan perhatiannya pada pergaulan dengan 'tradisi'(-tradisi), dari manapun ia berasal. Karena tradisi, bagi kami, adalah inspirasi. Dengan demikian, setiap pembacaan dan pembelajaran Teater Garasi atas tradisi tertentu, yang "dekat" maupun "jauh", selalu berada di dalam kerangka proses penafsiran ulang dan penciptaan-kembali.

Dan kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam dan di sekitar lingkungan yang kami tinggali, Indonesia, terdapat kekayaan bentuk dan ragam tradisi kesenian yang, banyak di antaranya, telah dimatangkan oleh evolusi berabad-abad. Sebagai sebuah sumber inspirasi kreatif tidak bisa dipungkiri tradisi-tradisi itu merupakan sebuah kekayaan bagi kami. Tetapi, sekali lagi, hal ini bukan berarti kami bersikukuh pada pandangan essensialisme identitas (bahwa kami adalah setegas, seasli dan sepenuhnya "ini", yang berbeda sepenuhnya dengan "itu": yang-di-luar, yang-asing dan jauh). Secara tegas bisa dinyatakan, bahwa Teater Garasi juga akan tetap berusaha untuk mengenali, mengetahui, mempelajari dan bergulat dengan tradisi-tradisi teater, atau kesenian, atau kebudayaan, yang berasal dan berkembang di luar kota dan negeri yang kami tinggali. Karena pergaulan dengan beragam tradisi, baik yang ada dalam lingkungan sekitar maupun "yang-di-luar" dan "yang-asing" itu, kami yakin akan semakin membuka ruang dialog dan medan kreatif yang lebih bebas, cerdas dan dewasa.

Teater Garasi dan Masyarakatnya

Teater Garasi meyakini bahwa setiap aktivitas kultural tidak pernah lahir dan berada dalam ruang hampa yang steril. Dengan cara tertentu, langsung atau tidak, setiap aktivitas kultural pasti memiliki relasi keterpangaruhan timbal-balik dengan masyarakatnya. Berada di dalam lingkungan sosial, politik dan kebudayaan yang lebih luas, maka diniatkan atau tidak, disadari atau tidak, setiap gagasan yang diolah dan aktivitas yang dilakukan oleh Teater Garasi tidak-bisa-tidak berkait dengan situasi dan dinamika sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan masyarakatnya; Indonesia.

Keyakinan semacam ini lantas bukan berarti membuat Teater Garasi selalu mengaitkan diri dengan isu-isu sosial-politik yang berkembang di dalam masyarakat pada setiap kerja kreatif yang dilakukannya. Karena Teater Garasi percaya bahwa dalam upaya membangun cita-cita masarakat sipil yang sejahtera, cerdas dan dewasa, dimensi kebudayaan dan, lebih spesifik lagi, aktivitas kesenian juga memiliki kontribusi yang sama besar dan pentingnya. Artinya, setiap praksis kesenian yang dilandasi oleh niat baik dan kejujuran adalah juga sebuah jalan lain yang sama signifikan-nya dalam upaya membangun masyarakat Indonesia yang diidealkan.

teatergarasi.org